0,45 CME

Memahami Rehabilitasi Pasca Stroke: Gangguan Bicara dan Menelan

Pembicara: Dr. Prajakta

Fisioterapis di Rumah Sakit Saifee, Mumbai

Masuk untuk Memulai

Keterangan

Stroke merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan di India. Gangguan bicara dan menelan sering terjadi setelah stroke. Waktu dimulainya rehabilitasi menelan setelah stroke berperan penting dalam pemulihan disfagia dan pencegahan komplikasi. Stroke juga dapat memengaruhi otot-otot di mulut dan tenggorokan, sehingga sulit untuk berbicara dengan jelas. Efek samping ini dapat membuat berbicara dan membaca menjadi lebih sulit. Oleh karena itu, rehabilitasi pasca stroke merupakan keterampilan penting yang harus dimiliki oleh dokter, fisioterapis, dan perawat.

Ringkasan Mendengarkan

  • Presentasi ini membahas rehabilitasi pasca stroke, dengan fokus pada gangguan bicara dan menelan. Stroke didefinisikan sebagai disfungsi neurologi akut akibat iskemia atau pendarahan. Afasia, yang mempengaruhi 35-40% pasien stroke, adalah gangguan bahasa neurogenik yang didapat yang berdampak pada ekspresi dan pemahaman melalui pembicaraan, tulisan, dan isyarat. Pemahaman bahasa meliputi tingkat permulaan, pengetahuan, dan asosiasi, sedangkan fungsi bicara motorik meliputi tingkat emosional, otomatis, dan proposisional.
  • Fungsi neuroanatomi bahasa tersebar luas di kedua bagian otak, dengan area kunci termasuk area Broca dan Wernicke, yang dihubungkan oleh fasikulus arkuat, semuanya disuplai oleh arteri serebri media (ASM). Penilaian di tempat tidur untuk afasia meliputi evaluasi bicara spontan (kelancaran, neologisme), pemahaman, pengulangan, penamaan, tulisan, dan membaca. Skala spesifik seperti Pemeriksaan Diagnostik Boston dan Profil Komunikasi Fungsional memberikan penilaian yang komprehensif.
  • Afasia diklasifikasikan menjadi tipe lancar dan tidak lancar, termasuk afasia Broca, Wernicke, konduksi, global, motorik/sensorik/campuran transkortikal, dan afasia anomik. Afasia yang tidak lancar melibatkan pembicaraan yang berat, sedangkan afasia yang lancar melibatkan pembicaraan yang terhubung tetapi kurang makna. Setiap tipe melibatkan area otak yang berbeda dan memengaruhi pembicaraan secara spontan, pemahaman, pengulangan, penamaan, membaca, dan menulis secara berbeda.
  • Apraksia adalah isyarat untuk melakukan gerakan terampil tanpa kehilangan motorik, sensorik, atau koordinasi. Apraksia verbal berdampak pada pembentukan kata-kata yang dapat dimengerti, sedangkan apraksia motorik/ideomotor melibatkan kesulitan dengan gerakan yang bertujuan. Memahami kondisi ini sangat penting untuk merencanakan terapi yang efektif, menyesuaikan strategi komunikasi, dan memodifikasi latihan berdasarkan defisit spesifik pasien.
  • Disartria adalah gangguan bicara motorik yang mempengaruhi artikulasi, respirasi, fonasi, resonansi, dan prosodi. Diklasifikasikan berdasarkan struktur neuroanatomi, termasuk tipe flaccid, spastik, ataksia, dan hiper/hipokinetik. Manajemen fokus pada strategi restoratif dan kompensasi untuk meningkatkan kejelasan bicara dan komunikasi fungsional.
  • Disfagia adalah kesulitan menelan, seringkali ditandai dengan batuk, tersedak, atau regurgitasi makanan. Melibatkan tiga tahap: oral, faring, dan esofagus. Pemeriksaan penyerapan oleh perawat dapat mengidentifikasi risiko aspirasi, sedangkan evaluasi terperinci oleh ahli patologi wicara, termasuk FEES atau MBS, sangat penting. Manajemen meliputi terapi menelan, modifikasi diet, dan pemberian makan melalui selang jika perlu.

Komentar