0,41 CME

Penatalaksanaan Hiperbilirubinemia pada Bayi Baru Lahir

Pembicara: Dr. Vishal Parmar

MBBS, DCH, MRCPCH Rekan Kedokteran Neonatal PGPN Dokter Anak Bostan Mumbai, India.

Masuk untuk Memulai

Keterangan

Hiperbilirubinemia merupakan kondisi umum pada bayi baru lahir, dan penanganannya sangat penting untuk mencegah komplikasi berat seperti kernikterus. American Academy of Pediatrics (AAP) telah menerbitkan pedoman untuk penanganan dan pencegahan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir ≥35 minggu kehamilan. Bayi dengan faktor risiko hiperbilirubinemia memerlukan pemantauan lebih ketat dibandingkan bayi tanpa faktor risiko. Untuk menentukan adanya faktor risiko ini, diperlukan pemeriksaan bayi, penilaian data laboratorium, dan riwayat keluarga tentang kelainan darah atau penyakit kuning pada bayi baru lahir. Fototerapi merupakan pengobatan yang efektif untuk hiperbilirubinemia, tetapi jumlah yang diperlukan untuk mengobatinya sangat bervariasi, tergantung pada jenis kelamin, usia kehamilan, dan faktor lainnya.

Ringkasan Mendengarkan

  • Hiperbilirubinemia neonatus, didefinisikan sebagai peningkatan kadar bilirubin pada bayi baru lahir (kelahiran hingga 28 hari), memerlukan penilaian yang cermat di bawah sinar matahari untuk membedakannya dari nilai bilirubin normal pada orang dewasa. Diagnosis meliputi observasi klinis terhadap ikterus yang dimulai dari kepala dan menjalar ke bawah, serta konfirmasi dengan pengukuran kadar bilirubin. Perhatian khusus harus diberikan pada menguningnya telapak tangan dan kaki, yang menunjukkan kadar bilirubin yang tinggi.
  • Diagnosis yang akurat melibatkan pertimbangan usia bayi dalam jam, kadar bilirubin (dalam mg/dL atau mcg/dL), dan usia gestasi. Faktor-faktor ini, dikombinasikan dengan faktor risiko seperti defisiensi G6PD dan ketidakcocokan ABO/Rh, diplot pada nomogram hiperbilirubinemia untuk menentukan kebutuhan pemantauan, fototerapi, atau pertukaran transfusi. Identifikasi dini sangat penting untuk mencegah komplikasi.
  • Metabolisme bilirubin pada bayi baru lahir berbeda dengan orang dewasa, dengan konjugasi hepatik bilirubin tidak terkonjugasi yang lebih lambat dan mengurangi sirkulasi enterohepatik urobilinogen. Hal ini menyebabkan ikterus fisiologis, yang umum terjadi pada bayi baru lahir. Namun, pemantauan sangat penting untuk mencegah bilirubin tidak terkonjugasi melewati sawar darah-otak, berpotensi menyebabkan kernikterus dan menghasilkan perkembangan saraf yang merugikan.
  • Berbagai faktor berkontribusi terhadap hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir, termasuk masa hidup sel darah merah yang lebih pendek, kapasitas albumin yang lebih rendah, dan penurunan aktivitas enzim hepatik. Peningkatan sirkulasi enterohepatik karena motilitas usus yang lebih lambat semakin meningkatkan kadar bilirubin. Ikterus onset dini (dalam 24 jam) dan peningkatan bilirubin yang cepat memerlukan penyelidikan segera.
  • Ikterus fisiologis biasanya muncul setelah 24 jam dan mencapai puncaknya antara 4-5 hari pada bayi cukup bulan dan 7 hari pada bayi prematur. Ikterus menyusui (karena asupan ASI yang tidak memadai) dan ikterus ASI (karena faktor ASI) adalah varian yang umum. Sebaliknya, penyakit ikterus muncul dalam 24 jam atau menunjukkan peningkatan bilirubin yang cepat.
  • Penyakit hemolitik seperti ketidakcocokan Rh dan ABO merupakan penyebab signifikan ikterus patologis. Infeksi (sepsis, malaria), defisiensi G6PD, dan polisitemia juga meningkatkan kadar bilirubin. Sefalohematoma dan pendarahan lainnya juga dapat berkontribusi. Diagnosis banding meliputi pertimbangan atresia bilier, gangguan metabolik, dan hipotiroidisme kongenital.
  • Pemeriksaan komprehensif meliputi riwayat ibu yang detail, riwayat perinatal, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Tes laboratorium meliputi penggolongan darah (ibu dan bayi), hematokrit, jumlah retikulosit, tes fungsi hati, skrining sepsis, dan tes defisiensi G6PD. Transkutan bilirubinometri berfungsi sebagai alat skrining, yang memerlukan konfirmasi dengan tes darah untuk pembacaan yang tinggi.
  • Fototerapi menggunakan gelombang cahaya tertentu untuk mengubah bilirubin tidak terkonjugasi menjadi isomer yang larut dalam udara untuk ekskresi. Fototerapi yang efektif memerlukan paparan kulit yang tidak tertutup (kecuali mata dan alat kelamin), jarak yang tepat antara sumber cahaya dan bayi, pemeriksaan fluks secara teratur, dan pemantauan suhu. Peningkatan asupan cairan seringkali diperlukan untuk menyeimbangkan dehidrasi akibat fototerapi.
  • Transfusi pertukaran dipertimbangkan untuk hiperbilirubinemia berat untuk menghilangkan bilirubin dan antibodi, dan mengganti sel darah merah. Pemilihan darah bervariasi berdasarkan penyebab yang mendasarinya (ketidakcocokan ABO, imunisasi Rh). Fenobarbital dan IVIG adalah terapi tambahan yang digunakan untuk mengurangi kadar bilirubin dan hemolisis, masing-masing. Infus albumin dapat membantu mencegah neurotoksisitas yang diinduksi bilirubin.
  • Hiperbilirubinemia terkonjugasi (bilirubin langsung >2 mg/dL) memerlukan penyelidikan segera, terutama untuk atresia bilier. Faktor pembeda meliputi urine gelap dan feses pucat. Evaluasi menyeluruh untuk gangguan metabolik, infeksi kongenital, dan penyebab lainnya sangat penting. Diagnosis dan manajemen yang tepat waktu sangat penting untuk hasil yang optimal dan mencegah komplikasi jangka panjang seperti sirosis.

Komentar